7 Maret 2013

Mekanisasi di Pertanian Indonesia

                                                                                                           pict: http://ervakurniawan.files.wordpress.com/2010/10/langkah-sang-petani.jpg

Indonesia merupakan Negara agraris yang menjadikan sektor pertanian sebagai penopang perekonomian negara. Di masa lampau saat Indonesia mengalami krisis ekonomi, sektor pertanian lah yang menjadi penyelamat perekonomian negara yaitu menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi angka kemiskinan. Untuk itu dewasa ini sektor pertanian sebagai unsur industri primer harus harus diperkuat. Dalam memperkuat sektor pertanian maka harus bisa memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki, baik sumber daya alam maupun sumberdaya manusianya. Jika sektor pertanian sudah tangguh, efisien, dan modern maka secara otomatis akan memberikan dukungan bagi pengembangan seluruh sektor industri lainnya, yakni dengan cara mengalihkan sumber daya tanaga kerja yang tadinya pada sektor pertanian (industri primer) untuk bekerja di sektor industri sekunder dan tersier.

Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja, meningkatkan produktifitas lahan, dan menurunkan ongkos produksi. Penggunaan alat dan mesin pada proses produksi dimaksudkan untuk meningkatkan efesiensi, efektifitas, produktifitas, kualitas hasil, dan megurangi beban kerja petani. Mekanisasi pertanian merupakan pengenalan dan penggunaan dari setiap bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian. Bantuan yang bersifat mekanis tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber energi lainnya.Perkembangan mekanisasi pertanian tidak terlepas dari peranan industri alat dan mesin pertanian (alsintan) swasta. 

Beberapa masalah yang menjadi penghambat perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia yaitu sistem standarisasi, sertifikasi, dan pengujian alsintan masih lemah, kurangnya pemanfaatan dan ketersediaan alat dan mesin pertanian, alat dan mesin pertanian belum bisa dimiliki oleh semua petani di Indonesia karena harganya yang relative mahal. Banyak petani yang tidak mampu untuk membeli alat dan mesin pertanian tersebut, sehingga mereka kembali lagi menggunakan alat-alat pertanian tradisional. Karena tidak mampu dalam membeli alat dan mesin pertanian maka secara tidak langsung petani tidak berpartisipasi dalam pemanfaatan dan pengembangan alat dan mesin pertanian. Kurangnya kelembagaan alat dan mesin pertanian juga menyebabkan terhambatnya pengembangan dari alat dan mesin pertanian tersebut. Permasalahan lainnya adalah banyaknya tenaga kerja di Indonesia dan apabila tenaga manusi tersebut digantikan dengan tenaga mesin maka dikhawatirkan menambah jumlah pengangguran di Indonesia.

Dalam menyelesaikan permasalah di atas dalam masalah pengembangan alat dan mesin pertanian, maka diperlukannya permodalan bagi petani yang tidak mampu membeli alat dan mesin pertanian. Sehingga dengan petani memakai alat dan mesin pertanian maka akan mengembangkan pemanfaatan dari alat dan mesin pertanian. Selain itu untuk mengefisienkan pemanfaatan alat dan mesin pertanian diperlukan peranan lembaga alat dan mesin pertanian, contohnya seperti usaha pelayanan jasa alat dan mesin pertanian. Pengembangan alat dan mesin pertanian pun harus menyesuaikan dengan kondisi budaya dari masyarakat setempat. Untuk sistem standarisasi, sertifikasi, dan pengujian alsintan masih lemah maka perlu disiapkan  perangkat peraturan  perundang-undangan tentang alat dan mesin pertanian.                                                                                                       
                                                                         

Kesimpulan yang dapat diambil yaitu, dalam pengembangan teknologi alat dan mesin pertanian perlu  menyiapkan perangkat peraturan perundang-undangan tentang alat dan mesin pertanian, menumbuh kembangkan industri dan penerapan alsintan, mengembangkan kelembagaan yang mandiri untuk meningkatkan efisiensi penggunaan alat dan mesin pertanian, memberikan modal bagi petani yang tidak mampu dalam membeli aat dan mesin pertanian, mengembangkan alat dan mesin pertanian sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan alsintan. Suatu hal yang paling mendasar yang masih belum diperhatikan dalam pengembangan teknologi pertanian di Indonesia hingga kini adalah kurang memadainya  dukungan prasarana pertanian. Prasarana pertanian kita belum dikelola secara baik, sehingga masih agak sulit atau lambat dalam melakukan introduksi mesin-mesin pertanian. Pengelolaan lahan, pengaturan dan manejemen pengairan yang meliputi irigasi dan drainase, serta pembuatan jalan-jalan transportasi daerah pertanian, dan masih banyak lagi aspek lainnya yang belum disentuh secara sungguh-sungguh dan profesional.

Jenis teknologi yang cocok tidak mesti harus yang muthakir dan canggih, tetapi teknologi tersebut dapat diterapkan dan dikembangkan sendiri oleh masyarakat kita. Terkadang kita tidak dapat menghindarkan dari proses alih teknologi. Namun demikian dalam alih teknologi tersebut kita tidak boleh hanya mengadopsi teknologi secara mentah-mentah untuk langsung diterapkan pada masyarakat petani kita. Melainkan teknologi tersebut harus dipelajari, dimodifikasi, dikembangkan, dan selanjutnya baru diterapkan ke dalam sistem pertanian kita.

foto iseng-iseng






Mineral Pembentuk Tanah






Tanah merupakan suatu lapisan kulit bumi yang tipis yang terletak dibagian paling atas permukaan bumi. Namun dengan seiringnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seorang ahli Rusia yang bernama Dokuchaev menenmukan bahwa tanah merupakan produk evolusi dan berubah mengikuti waktu. Sehingga tanah dapat didefinisikan sebagai bahan mineral yang terkonsolidasi pada permukaan bumi yang telah terkena dan terpengaruhi faktor-faktor genetik dan lingkungan dari bahan induk, iklim (suhu dan kelembaban), mikroorganisme, serta topografi yang semuanya bertindak selama suatu periode waktu dan mwnghasilkan tanah produk yang berbeda (dalam banyak sifat dan ciri fisik, kimia, dan biologi) dengan bahan asal tanah.
            Tanah tersusun dari empat bahan utama, yaitu : bahan mineral, bahan organik, air, dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah tersebut jumlahnya masing-masing berbeda untuk setiap jenis tanah ataupun setiap lapisan tanah. Pada tanah lapisan atas yang baik untuk pertumbuhan tanaman bahan kering (bukan sawah) umumnya mengandung 45% (volume) bahan mineral, 5% bahan organik, 20% - 30% udara, dan 20% - 30% air.
Proses pembentukan tanah dipengaruhi beberapa faktor penting. Diantaranya iklim, organisme, bahan induk, topografi, dan waktu. Bahan induk sangat berpengaruh terhadap pembentukan tanah, yaitu melalui perbedaan laju pelapukan, nutrisi yang terkandung dalan bahan induk tersebut dan partikel yang terkandung. Bahan induk tersebut terdiri dari batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen (endapan), dan batuan metamorf. Batuan vulkanik di Indonesia umumnya terdiri dari mineral-mineral yang banyak mengandung unsur hara tanaman sedangkan batuan endapan terutama endapan tua (telah diendapkan berjuta tahun lamanya) dan metamorfosa umumnya mengandung mineral-mineral yang rendah kadar unsur haranya. Batuan induk itu akan hancur menjadi bahan induk, kemudian akan mengalami pelapukan dan menjadi tanah.
Tanah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
  1. Tanah Mineral---- Meliputi tanah-tanah yang kandungan bahan organiknya kurang dari 20% atau tanah yang mempunyai lapisan organik dengan ketebalan kurang dari 30 cm (diukur dari sejak permukaan tanah);
  1. Tanah Organik---- Tanah organik adalah tanah yang kandungan bahan organiknya lebih dari 65% (hingga kedalaman 1 meter apabila tanah belum diolah.
Berdasarkan sistem pengelompokkan tanah oleh USDA (United States Department of Agriculture) tanah mineral meliputi golongan tanah Alfisol, Aridisol, Entisol, Inceptisol, Mollisol, Oxisol, Spodosol, Ultisol, dan Vertisol, yang masing-masing mempunyai sifat dan keterbatasan yang berbeda, sehingga kemungkinan pemanfaatannya bagi usaha-usaha pertanian pada tanah-tanah tersebut perlu memakai pertimbangan-pertimbangan yang mantap agar usaha pertanian berlansung dengan hasil yang memuaskan.
Menurut Brady (1974) bahan mineral tanah (anorganik tanah) terdiri atas berbagai macam ukuran dan komposisi, berupa sibir batuan dan bermacam-macam mineral. Sibir batuan bila melapuk akan menghasilkan regolith dan pelapukan bahan ini selanjutnya menghasilkan tanah yang umumnya sangat kasar.
Mineral merupakan suatu unsur atau senyawa yang berwujud padat yang terbentuk secara alami. Beberapa sifat mineral umum antara lain adanya susunan kimia tertentu yang tetap, penempatan internal atom-atomnya, sifat kimiawi dan fisika ada dalam batas waktu tertentu serta adanya kecenderungan pembentukan semacam geometris tertentu.
Komposisi mineral tanah bergantung pada faktor-faktor antara lain bahan induknya serta proses yang bekerja pada pembentukan dan perkembangan tanah. Komposisi mineral dalam tanah lebih beragam daripada mineral dalam batuannya. Pada komposisi mineral tersebut terdapat kaitan yang erat antara komposisi bahan mineral induk dengan komposisi mineral batuannya.
Pada umunya bentuk mineral dalam tanah terbagi menjadi dua yaitu kelompok mineral bukan silikat dan kelompok mineral silikat. Contoh kelompok mineral bukan silikat yaitu : Hematit (Fe2O3), Gibsit (Al(OH)3), Halit (NaCl), dan lain-lain. Contoh kelompok mineral silikat yaitu : Mineral Andalusit (Al2O3.SiO2).
Bahan mineral dalam tanah, dapat dibedakan menjadi fraksi tanah halus dan fragmen batuan. Fraksi tanah halus (fine erth fraction) berukuran < 2mm sedangkan fragmen batuan (rock gragmen) berukuran 2mm sampai ukuran horizontalnya < dari sebuah pedon.
            Bahan mineral dalam tanah yang termasuk dalam fraksi tanah halus terdapat dalam berbagai ukuran, yaitu :
v  Pasir 2 mm - 50µ
v  Debu 50µ - 2µ
v  Liat < 2µ
Bahan mineral yang lebih besar dari 2 mm (fragmen batuan) terdiri dari kerikil, kerakal atau batu.


Selain itu, mineral tanah dapat dibedakan menjadi mineral primer dan mineral sekunder. Mineral primer adalah mineral yang berasal langsung dari batuan yang dilapuk. Sedangkan mineral sekunder adalah mineral bentukan baru yang terbentuk selama proses pembentukan tanah berlangsung. Mineral primer umumnya terdapat dalam fraksi-fraksi pasir dan debu, sedang mineral sekunder terdapat dalam fraksi liat.

Beberapa jenis mineral primer yang sering terdapat di dalam kandungan tanah antara lain :
Mineral
Unsur Hara
Kwarsa (SiO2)
-
Kalsit
Ca
Dolomit
Ca, Mg
Feldspar : - Ortoklas
                 - Plagioklas
K
Na, Ca
Mika      : - Muskovit
                - Biotit
K
K, Mg, Fe
Amfibole (hornblende)
Ca, Mg, Fe, Na
Piroksin (hiperstin,augit)
Ca, Mg, Fe
Olivin
Mg, Fe
Leusit
K
Apatit
P
 Beberapa jenis mineral sekunder (mineral liat) yang sering ditemukan dalam tanah antara lain kaolinit, haloisit, montmorilinit, gibsit (Al oksida), Fe oksida, dan lain-lain. Mineral liat, besar pengaruhnya terhadap sifat-sifat kimia maupun sifat-sifat fisik tanah seperti kapasitas tukar kation, daya mengembang  dan mengerut tanah, dan lain-lain.
Mineral tanah pada umumnya terdapat dalam campuran untuk membentuk batuan bumi. Mineral-mineral yang dominan dalam batuan-batuan ini adalah feldspar, amfibol, piroksen, kuarsa, mika mineraltanah liat, limonit (oksida besi), dan mineral-mineral karbonat. Berikut ini komposisi batuan-batuan pembentuk tanah :
Konstituen mineral
Asal
Batuan Igneous
Shale
Batu pasir
Feldspar
primer
59.5
30.0
11.5
Amfibol dan piroksen
primer
16.8
-
a
Kuarsa
primer
12.0
22.3
66.8
Mika mineral-mineral
primer
3.8
-
a
Titanium
primer
1.5
-
a
Apatit
primer atau sekunder
0.6
-
a
Tanh liat
sekunder
-
25.0
6.6
Limonit
sekunder
-
5.6
1.8
Karbonat
sekunder
-
5.7
11.1
Mineral lainnya
-
5.8
11.4
2.2
Data dari Clarke, 1924
Ket : a = Terdapat dalam jumlah kecil

Cari Blog Ini