31 Juli 2011

pestisida nabati dan pestisida sintetik..............?





Pestisida Nabati

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida., diantaranya menggunakan daun sirsak untuk mengendalikan hama belalang dan penggerek batang padi. Sedangkan petani di India, menggunakan biji mimba sebagai insektisida untuk mengendalikan hama serangga.
Salah satu tumbuhan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber insektisida adalah Barringtonia asiatica. Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi aktivitas insektisida  ekstrak metanol biji B.asiatica pada larva Crocidolomia pavonana serta aktivitas insektisida dilakukan dengan menggunakan metode residu pada daun.

1. Bitung (Barringtonia asiatica)
Barringtonia asiatica merupakan tanaman tahunan, tingginya dapat mencapai 17 m, dapat tumbuh sampai ketinggian 800 m dpl. Bunganya dan daunnya yang indah/rindang menyebabkan tanaman ini juga digunakan sebagai tanaman hias. Hanya tumbuh di pantai yang berpasir dan berkarang. Bunga berambut putih dan kemerahan, buah berbentuk segi empat sebesar kepala orang dewasa. Bagian tumbuhan yang digunakan biji yang mengandung bioaktif saponin dan triterpenoids bersifat kontak sebagai racun perut. Biji dibuat dalam bentuk tepung dengan menumbuk atau menggiling eksrtak akan menghambat pertumbuhan larva Cricula trifenestrata menjadi pupa dan menghambat produksi telur 60 %. Tepung biji bitung dicampur tepung terigu 10% mampu menolak populasi serangga Sitophilus sp sampai 80%; serta membunuh sebesar 60%.
Hingga saat ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengungkap kandungan senyawa aktif dalam buah bitung, Dari penelitian-penelitian lain diketahui bahwa selain saponin, asam galat; asam hidrosianat yang terdiri dari monosakarida; serta triterpenoid yang terdiri dari asam bartogenat, asam 19-epibartogenat, dan asam anhidro-bartogenat.
v  Cara pembuatan
Bahan  :
·         Baringtonia asiatica          25 gram
·         Detergen                           0,05 gram
·         Air
Alat     :
·         Blender
·         Gelas ukur
·         Alat semprot
·         Pisau
·         Adukan
·         Timbangan digital
Cara kerja        :
·         Timbang baringtonia sebanyak 25 gram.
·         Buat ekstrak dari Baringtonia asiatica yaitu dengan melarutkan detergen sebanyak 0,05 gram dengan air hingga mencapai 1 liter. Lalu blender Baringtonia asiatica dengan larutan detergen tadi hingga Baringtonia asiatica hancur dan keluar sari-sarinya. Kemudian saring dengan kertas saring hingga mendapatkan larutan sebanyak 500 ml. Bila larutan kurang dari 500 ml, dapat ditambahkan larutan detergen tadi.
·         Masukkan ke dalam semprotan.
v  Cara aplikasi
Cara pengaplikasian dari Baringtonia asiatica ini yaitu dengan penyemprotan pada hama.


2. Mimba (Azadirachta indica L)
Mimba merupakan tanaman pohon dengan tinggi 10-15 m dan berakar tunggang. Batang tegak, berkayu, berbentuk bulat, permukaan kasar, percabangan simpodial, dan berwarna coklat. Daun majemuk, letak berhadapan, berbentuk lonjong, tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal meruncing, tulang daun menyirip, panjang 5-7 cm, lebar 3-4 cm, tangkai daun panjangnya 8-20 cm, dan berwarna hijau. Bunga majemuk, berkelamin dua, letak di ujung cabang, tangkai silindris, panjang 8-15 cm. Benang sari silindris dan berwarna putih kekuningan. Putik lonjong dan berwarna coklat muda. Buah berbentuk bulat telur berwarna hijau., berdiameter ± 1 cm dan berwarna putih.  Mimba tumbuh baik di daerah panas, di ketinggian 1 – 700 m dpl. dan tahan cekaman air. Di daerah yang banyak hujan bagian vegetatif sangat subur, tetapi sulit untuk menghasilakn biji (generatif). Perbanyakan melalui biji. Mimba berbunga pertama kali pada umur 2-3 tahun dan berbuah pada umur 3-4 tahun. Umumnya tanaman mimba berbuah sekali setahun. Buah mimba dapat dirontokkan, dipetik, maupun ditarik dari dahan- dahannya. Bagian tumbuhan yang digunakan adalah biji dan daun.
Biji mengandung 25 senyawa limonoid dan daun mengandung 57 senyawa limonoid dengan zat bioaktif utama azadiracktin (C35H44016). Zat bioaktif ini bekerja sebagai zat penolak, pencegah nafsu makan, penghambat tumbuh, larvasida (untuk mengendalikan larva), bakterisida (mencegah aflatoksin), mitisida (obat kudis), virisida (mengendalikan virus mosaik pada tembakau), rodentisida, ovisida, spermatisida, fungisida, nematisida dan moluskisida. Bahan aktif ini terdapat di semua bagian tanaman, tetapi yang paling tinggi terdapat pada biji. Biji mengandung minyak 35-45%.
Di samping itu kandungan senyawa kimia lainnya, ekstrak biji dan daun mimba terdapat 3 golongan penting yaitu : azadirachtin, salanin, dan meliantriol, dan lain-lain. Ketiga senyawa tersebut digolongkan ke dalam kelompok Tripernoid yang merupakan bahan pestisida alami, tetapi yang paling efektif adalah azadirachtin (Kubo dan Klocke, 1981; Paropuro, 1989).
OPT sasaran Penghisap polong, Riptortus linearis pada tanaman kedelai, penyakit busuk daun/pangkal batang Phytophthora spp. pada berbagai tanaman hortikultura, penyakit antraknosa Colletotrichum spp. pada tanaman buncis. Mimba mampu mengendalikan sekitar 127 jenis hams dan mampu berperan sebagai fungisida, bakterisida, nematisida, serta moluskisida (anti keong-keongan).
Cara pengaplikasian ekstrak mimba dapat disemprotkan dengan menggunakan alat semprot, sebelumnya partikel-partikel biji mimba harus disaring dari larutan untuk mencegah penyumbatan nozle. Apabila tidak ada alat semprot, dapat menggunakan kuas jerami. Dalam hal ini larutan tidak perlu disaring. Kuas dicelupkan dalam larutan kemudian dipercikkan di atas tanaman sampai semua daun basah. Efek senyawa mimba berlangsung selama 3 – 6 hari.
v  Cara pembuatan
Bahan :
·         Daun mimba          25 gram
·         Detergen               0,05 gram
·         Air
Alat     :
·         Blender
·         Gelas ukur
·         Alat semprot
·         Pisau
·         Adukan
·         Timbangan digital
Cara kerja       :
·         Timbang baringtonia sebanyak 25 gram.
·         Buat ekstrak dari daun mimba yaitu dengan melarutkan detergen sebanyak 0,05 gram dengan air hingga mencapai 1 liter. Lalu blender daun mimba dengan larutan detergen tadi hingga daun mimba hancur dan keluar sari-sarinya. Kemudian saring dengan kertas saring hingga mendapatkan larutan sebanyak 500 ml. Bila larutan kurang dari 500 ml, dapat ditambahkan larutan detergen tadi.
·         Masukkan ke dalam semprotan.
v  Cara aplikasi
Cara pengaplikasian dari daun mimba ini yaitu dengan penyemprotan pada hama.

3.  Sirsak (Annona muricata L.)
Bagian tumbuhan yang digunakan : daun dan biji. Berdasarkan informasi pakar dari Pusat Kajian PHT, 1PB (Djoko Prijono), tumbuhan ini tidak terlalu aktif. Namun, beberapa peneliti melakukan kajian tumbuhan ini sebagai biopestisida. Buah yang mentah, biji, daun dan akarnya mengandung senyawa kimia annonain. Bijinya mengandung minyak 42 – 45 %, merupakan racun kontak dan racun perut. Bermanfaat sebagai insektisida, repellent (penolak), dan antifeedant.
Dari tanaman sirsak telah berhasil diisolasi beberapa senyawa acetogenin antara lain akan bersifat asimisin, bulatacin, dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin anti feedant bagi serangga, sehingga menyebabkan serangga tidak mau makan. Pada konsentrasi rendah bersifat racun perut dan dapat menyebabkan kematian. Senyawa acetogenin bersifat sitotoksik sehingga menyebabkan kematian sel. Bulatacin diketahui menghambat kerja enzin NADH – ubiquinone reduktase yang diperlukan dalam reaksi respirasi di mitokondria. Cara membuatnya:
1.      Daun sirsak, jaringau, dan bawang putih di haluskan
2.      Seluruh bahan dicampur dan direndam dengan air selama 2 hari
3.      Larutan disaring
4.      Untuk aplikasi 1 liter larutan dicampur dengan 10 – 15 liter air
5.      Larutan siap diaplikasikan. Biasanya dengan cara disemprotkan.
Selain ketiga tanaman yang telah di sebutkan masih terdapat banyak tanaman yang dapat dijadikan bahan pembuatan pestisida nabati, seperti : Saga (Adenanthera pavonina), Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa), Mindi (Melia azadirach), Oleander (Nerium oleander), Pacar Cina (Aglaia adorata L.), Bengkuang (Pachyrrhyzus erosus Urban), Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr dan Perry), Buah Nona (Annona reticulta L., dll.
Dilihat dari konsep dan prinsip PHT pestisida nabati mempunyai banyak keuntungan/keunggulan tetapi juga masih banyak kelemahannya yang secara rinci diuraikan berikut ini:
Ø  Keunggulan
Menurut Stoll (1995) dibandingkan dengan pestisida sintetik pestisida nabati mempunyai sifat yang lebih menguntungkan yaitu: a) mengurangi resiko hama mengembangkan sifat resistensi, b) tidak mempunyai dampak yang merugikan bagi musuh alami hama, c) mengurangi resiko terjadinya letusan hama kedua, d) mgnurangi bahaya bagi kesehatan manusia dan ternak, e) tidak merusak lingkungan dan persediaan air tanah dan air permukaan, f) mengurangi ketergantungan petani terhadap agrokimia dan g) biaya dapat lebih murah. Bahan nabati mempunyai sifat yang menguntungkan karena daya racun rendah, tidak mendorong resistensi, mudah terdegradasi, kisaran organisme sasaran sempit, lebih akrab lingkungan serta lebih sesuai dengan kebutuhan keberlangsungan usaha tani skala kecil. Oka (1993) juga mengemukakan bahwa pestisida nabati tidak mencemari lingkungan, lebih bersifat spesifik, residu lebih pendek dan kemungkinan berkembangnya resistensi lebih kecil.
Ø  Kelemahan
·         Karena bahan nabati kurang stabil mudah terdegradasi oleh pengaruh fisik, kimia  maupun biotik dari lingkungannya, maka penggunaannya memerlukan frekuensi penggunaan yang lebih banyak dibandingkan pestisida kimiawi sintetik sehingga mengurangi aspek kepraktisannya
·         Kebanyakan senyawa organik nabati tidak polar sehingga sukar larut di air karena itu diperlukan bahan pengemulsi
·         Bahan nabati alami juga terkandung dalam kadar rendah, sehingga untuk mencapai efektivitas yang memadai diperlukan jumlah bahan tumbuhan yang banyak
·         Bahan nabati hanya sesuai bila digunakan pada tingkat usaha tani subsisten bukan pada usaha pengadaaan produk pertanian massal
·         Apabila bahan bioaktif terdapat di bunga, biji, buah atau bagian tanaman yang muncul secara musiman, mengakibatkan kepastian ketersediaannya yang akan menjadi kendala pengembangannya lebih lanjut
·         Kesulitan menentukan dosis, kandungan kadar bahan aktif di bahan nabati yang diperlukan untuk pelaksanaan pengendalian di lapangan, sehingga hasilnya sulir diperhitungkan sebelumnya

    Pestisida Sintetik
Pestisida sintetik adalah pestisida yang berasal dari campuran bahan-bahan kimia. Dan jika penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan, serta juga dapat merusak ekosistem.

1. Klasifikasi Pestisida
Ø  Menurut jenisnya pestisida dapat dibedakan, antara lain yaitu :
ü  Akarisida untuk mengendalikan tungau
ü  Bakterisida untuk mengendalikan bakteri
ü  Fungisida untuk mengendalikan cendawan
ü  Herbisida untuk mengendalikan gulma/tumbuhan pengganggu
ü  Insektisida untuk mengendalikan serangga
ü  Moluskisida untuk mengendalikan 
ü  Nematisida untuk mengendalikan Cacing
ü  Pisisida untuk mengendalikan ikan pengganggu/ yang tidak dikehendaki.
ü  Rodentisida untuk mengendalikan tikus
Ø  Formulasi pestisida
Bentuk formulasi pestisida adalah wujud fisik yang sesuai dengan wujud dari suatu
 formulasi dan mempunyai sifat-sifat yang sesuai dengan tujuan penggunaanya, adapun 
beberapa bentuk formulasi sbb :
ü  WP (Wettebel Powder) tepung yang dapat disuspensikan
ü  SP (Solubel Powder), tepung yang dapat larut dalam air
ü  D (Dust) Debu
ü  G (Granular) Butiran
ü  AS (Aqueous Solution) Larutan dalam Air
ü  EC (Emulsifiable Consentrate) Pekatan yang dapat diemulsikan
ü  WSC (Water Souble Consentrate) pekatan yang dapat larut dalam air
ü  OC (Oil Concentrate) Larutan dalam Minyak
ü  SC (Suspencion Concentrate) Pekatan Konsentrate
ü  S (Suspention) Suspensi
ü  E (Emulsion) Emulsi.
ü  KT (kertas tissue) dsb.
Ø  Menurut Ecobichon, dalam Ruchirawat (1996), klasifikasi insektisida berdasarkan 
rumus kimianya:
1.        Organochlorin, golongan ini terdiri atas ikatan karbon, klorin, dan hydrogen. Insektisida jenis
 ini masih digunakan di negara-negara yang sedang berkembang terutama pada daerah 
ekuator, karena murah, daya kerja yang efektif dan sifatnya yang resisten.
 Organochlorin dibagi dibagi dalam beberapa bagian :
a.    Dichlorodifenil etan, misal DDT, DDD, portan, metasichlor dan metiochlor.
b.    Siklodin, misal aldrin, dieldrin, heptachlor, chlordane dan endosufan.
c.    Sichloheksan benzene terklorinasi, antara lain HCB, HCH
2.      Organofosfat, golongan ini terdiri dari ikatan karbon dan fosfat.
Ø  Berdasarkan bahan aktifnya, pestisida dibagi menjadi 3 jenis yaitu: 
·       Pestisida organik (Organic pesticide) : pestisida yang bahan aktifnya adalah bahan organik yang berasal dari bagian tanaman atau binatang, misal : neem oil yang berasal dari pohon mimba (neem).
·       Pestisida elemen (Elemental pesticide) : pestisida yang bahan aktifnya berasal dari alam seperti: sulfur.
·       Pestisida kimia/sintetis (Syntetic pesticide) : pestisida yang berasal dari campuran bahan-bahan kimia.
Ø  Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
·       Pestisida sistemik (Systemic Pesticide) :
adalah pestisida yang diserap dan dialirkan keseluruh bagian tanaman sehingga akan menjadi racun bagi hama yang memakannya. Kelebihannya tidak hilang karena disiram. Kelemahannya, ada bagian tanaman yang dimakan hama agar pestisida ini bekerja. Pestisida ini untuk mencegah tanaman dari serangan hama.
Contoh : Neem oil.
·       Pestisida kontak langsung (Contact pesticide) :
adalah pestisida yang reaksinya akan bekerja bila bersentuhan langsung dengan hama, baik ketika makan ataupun sedang berjalan. Jika hama sudah menyerang lebih baik menggunakan jenis pestisida ini.
Contoh : Sebagian besar pestisida kimia.
·       Pestisida sistemik lokal (semisistemik)
     Merupakan kelompok insektisida yang bisa diserap oleh jaringan tanaman (umumnya daun), tetapi tidak atau hanya sangat sedikit ditransportasikan ke bagian tanaman lainnya.
Ø  Klasifikasi berdasarkan cara masuk:
ü  Racun lambung atau perut., yaitu pestisida yang membunuh serangga sasaran jika termakan serta masuk ke dalam organ pencernaannya.
ü  Racun kontak, merupakan insetisida yang masuk ke dalam tubuh serangga sasaran lewat kulit (kutikula) dan ditransportasikan ke bagian tubuh serangga tempat pestisida tersebut aktif bekerja (misalnnya susunan syaraf). Serangga hama akan mati jika bersinggungan langsung (kontak) dengan pesktisida tersebut.
ü  Racun Inhalasi (Fumigan), merupakan pestisida yang bekerja lewat sistem pernapasan.

2. Toksisitas pestisida
Toksiscity atau daya racun adalah sifat bawaan pestisida yang menggambarkan potensi pestisida untuk menimbulkan kematian langsung (atau bahaya lainnya) pada hewan tinggkat tinggi termasuk manusia. Toksisitas dibedakan menjadi toksisitas akut, toksisitas kronik, dan toksisitas sub kronik. Toksisitas akut merupakan pengaruh merugikan yang timbul segera setelah pemaparan dengan dosis tunggal satu bahan kimia atau pemberian dosis ganda dalam waktu kurang lebih 24 jam. Toksisitas kronik adalah pengaruh merugikan yang timbul akibat pemberian takaran harian berulang dari pestisida, bahan kimia, atau bahan lainnya, atau pemaparan dengan bahan-bahan tersebut yang berlangsung cukup lama (biasanya lebih dari 50% rentang hidup). Toksisitas sub kronik mirip dengan toksisitas kronik, tetepi untuk rentang waktu yang lebih pendek, sekitar 10% dari rentang hidupnya, atau untuk hewan percobaan adalah pemaparan selama 3 bulan.

3. Persistensi Pestisida
Pestisida dikatakan persisten jika bisa bertahan pada bidang sasaran atau pada lingkungan dalam jangka waktu yang relatif lama sesuah diaplikasikan. Dengan kata lain, pestisida yang persisten tidak mudah diuraikan oleh alam. Senyawa-senyawa hidrokarbon berklor misalnya DDT, terkenal sebagai pestisida yang sangat persisten. Senyawa ini bisa bertahan lama di lingkungan tidak hanya dalam hitungan bulan tetapi puluhan tahun. Senyawa ini juga tidak mudah disekresikan jika masuk ke dalam tubuh organisme dan berpindah dari organisme yang satu ke organisme lainnya melalui rantai makanan. Konsentrasi juga cenderung makin meningkat jika tingkat trofik yang dilalui makin tinggi.
Pestisida yang persisten juga meninggalkan residu yang sulit di bersihkan pada tanaman yang disemprot. DDT dan senyawa hidrokarbon berklor lainnya dilarang untuk dipakai bukan hanya karena toksisitasnya yang tinggi, tetapi karena sifatnya sangat persisten. Oleh karena itu kebanyakan senyawa hidrokarbon berklor tidak lagi diijinkan untuk digunakan di bidang pertanian.
Tingkat residu pestisida di lingkungan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti suhu lingkungan, kelarutannya dalam air, serta penyerapan oleh koloid dan bahan organik tanah. Pestisida yang tidak persisten bisa diurai atau di dekomposisi di alam menjadi senyawa yang tidak berbahaya. Penguraian bisa berlangsung secara kimiawi atau secara biologis oleh tanaman dan atau mikroorganisme. Efek residu pestisida yang tidak persisten pada tanaman bisa menurun dengan relatif cepat dalam beberapa hari hingga beberapa bulan.
4. Metode Aplikasi
a.    Penyemprotan
Penyemprotan atau spraying merupakan metode aplikasi yang paling banyak digunakan baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan alat semprot. Dalam penyemprotan mula-mula pestisida dicampur dengan bahan pembawa (dalam penyemprotan konvesional, bahan pembawa yang digunakan umumnya air) untuk mendapatkan larutan semprot. Selanjutnya larutan semprot dimasukkan ke dalam tangki alat semprot. Oleh nozzle (cerat, spuyer), cairan pestisida dipecah menjadi butiran-butiran cairan yang angat halus yang disebut butiran semprot. Butiran semprot ini kemudian didistribusikan ke bidang sasaran sehingga bidang sasaran akan tertutup oleh butiran semprot. Indikator apakah penyemprotan dilakukan baik atau tidak yaitu merata.
b.    Fogging dan Aerosol
Karakteristik utama dari aplikasi dengan metode aerosol dan fogging adalah ukuran butiran semprot yang dihasilkannya sangat halus. Butiran semprot membentuk semacam kabut asap yang bisa melayang lama di udara serta sanggup menyusup ke seluruh ruangan atau bidang sasaran dengan baik, bahkan ke dalam lubang serta retakan tanah Aplikasi fogging dan aerosol termasuk ke dalam penyemprotan bervolume semprot ultra rendah, dengan ukuran butiran semprot yang sangat halus.
c.    Perlakuan Benih (Seed Treatment)
Perlakuan benih merupakan istilah umum untuk metode aplikasi pestisida, yakni ketika pestisida dicampurkan pada benih yang akan ditanam. Untuk tujuan desinfeksi serta perlindungan benih, pestisida yang digunakan bisa digunakan pestisida non sistemik. Namun untuk melindungi tanaman muda dari serangan hama dan atau penyakit harus menggunakan pestisida sistemik. Dilihat dari aspek keselamatan pengguna dan lingkungan, perlakuan benih merupakan cara aplikasi yang relatif paling baik dibandingkan aplikasi lain seperti penyemprotan maupun fogging. Beberaa cara perlakuan benih antara lain :
o   Seed dresssing, pestisida langsung dicampurkan pada benih beberapa saat sebelum ditanam.
o   Seed coating, pestisida dicampur terlebih dahulu dengan bahan pengikat tertentu untuk meningkatkan daya tempel pestisida pada benih.
d.   Penaburan pestisida butiran
Pestisida butiran diaplikasikan dengan ditaburkan ke tanah, diikuti dengan pengolahan tanah maupun tidak. Umumnya pestisida btiran diformulasi dalam bentuk sediaan siap pakai dengan kadar bahan aktif agak rendah, yaitu 2-10% bahan aktif. Pestisida yang ditaburkan ke tanah diharapkan akan diserap oleh akar tanaman dan selanjutnya didistribusikan ke seluruh bagian tanaman. Oleh karena itu pestisida yang di formulasikan dalam bentuk butiran semcam ini harus pestisida yang bersifat sistemik atau akropetal.
e.    Penghembusan (Dusting)
Penghembusan merupakan cara pengaplikasian pestisida berbentuk tepung hembus secara kering dengan alat penabur tepung. Penggunaan pestisida dengan cara penghembusan, merupakan metode aplikasi yang kurang begitu baik, baik dipandang dari segi keselamatan maupun lingkungan.
f.     Fumigasi
Fumigasi merupakan aplikasi pestisida berbentuk gas ke dalam ruangan. Produk fumigan bisa berbentuk padat, cair, atau gas. Setelah diaplikasikan, produk tersebut akan berubah menjadi gas beracun yang akan memenuhi ruang sasaran dan membunuh OPT sasaran yang ada disana. Semua fumigan merupakan gas berbahaya. Oleh karena itu, saat aplikasi fumigasi harus menggunkan alat pelindung tubuh yang memadai, sedapat mungkin menggunakan masker gas atau respirator khusus.
g.    Injeksi
Pestisida tertentu bisa diaplikasikan dengan cara injeksi, baik pada tanaman atau pohon maupun tanah. Injeksi pohon umumnya untuk mengaplikasikan insektisida atau fungisida sistemik dalam rangka mengendalikan hama dan penyakit pada batang, daun, dan buah yang susah dijangkau. 
5. Kelemahan dan kelebihan
Ø Kelemahan pestisida sintetik
·      Mengakibatkan resistensi hama sasaran
·      Gejala resurjensi hama
·      Terbunuhnya musuh alami
·      Meningkatnya residu pada hasil,
·      Mencemari lingkungan,
·      Gangguan kesehatan bagi pengguna
·      Menimbulkan pemanasan global (global warming)
·      Penipisan lapisan ozon
Ø Kelebihan pestisida sintetik
·      Pemakaiannya lebih mudah
·      Lebih praktis
·      Gampang diangkut serta disimpan
·      Harga relatif murah





Cari Blog Ini