10 Mei 2012

Cara Pemilihan BIOINDIKATOR Tanah

Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya atau perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan, apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas lingkungan. Organisme sebagai bioindikator kesehatan tanah bersifat sensitif terhadap perubahan, mempunyai respon spesifik, dan ditemukan melimpah di dalam tanah (Primack, 1998 dalam Arianto, 2010). Jenis-jenis bioindikator adalah sebagai berikut : 
  1.    Mikroflora sebagai bioindikator tanah terdiri atas bakteri, fungi, dan alga. Mikroflora berperan penting dalam dekomposisi atau transformasi bahan organik.
  2. Mikrofauna sebagai bioindikator kesehatan tanah terdiri atas protozoa, nematoda, small size collembola dan mites. Mikrofauna ini berperan penting sebagai dekomposer bahan organik, mineralisasi nutrien, regulasi mikroflora termasuk patogen, dan dekomposisi agrokemikal. Jumlah keanekaragaman mikrofauna di dalam tanah dipengaruhi oleh pengolahan tanah, pemupukan, pH dan salinitas tanah serta pestisida. Populasi mikrofauna juga dipengaruhi oleh logam berat, limbah, polutan industri, dll sehingga keberadaan mikrofauna dapat dijadikan indikator adanya polutan tanah.
  3. Makrofauna adalah invertebrata yang berukuran >2 mm. Makrofauna sangat berperan dalam bioindikator kesehatan. Peran makrofauna di dalam tanah antara lain adalah memperbaiki struktur tanah, meningkatkan aerasi dan draenase, dekomposisi sampah, dll. Makrofauna yang berada di dalam tanah dikelompokkan kedalam beberapa ordo, yaitu Isopoda, Arachnida, Orthoptera, Coleoptera, Hymenoptera, Diptera, dan Makrofauna lain (Gasteropoda, Blattidae, Acarida, Homoptera dan Hemiptera, Lepidoptera, Diptera, Chilopoda, dan Embioptera).


 Karakteristik Bioindikator
Bioindikator kesehatan tanah harus memiliki karakteristik dalam meningkatkan dan mempertahankan kesehatan tanah. Karakteristik bioindikator kesehatan tanah antara lain :
·        Mempunyai peran penting di dalam tanah.
·        Memiliki daya tahan tinggi terhadap toksisitas akut maupun toksisitas kronis.
·        Populasinya stabil.
·        Relatif mudah dikenali di alam.

 Proses Bioindikator di dalam Tanah
Bahan organik tanaman merupakan sumber energi utama bagi kehidupan biota tanah, khususnya makrofauna tanah, sehingga jenis dan komposisi bahan organik tanaman menentukan kepadatannya. Bahan organik dirombak oleh mikroba tanah. Bahan organik tanaman akan mempengaruhi tata udara pada tanah dengan adanya jumlah pori tanah karena aktivitas biota tanah. Oleh aktivitas biota tanah, bahan organik tanaman dirombak menjadi mineral dan sebagian tersimpan sebagai bahan organik tanah. Bahan organik tanah sangat berperan dalam memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan aktivitas biologi tanah dan meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman (Arianto, 2010).
Alga merupakan salah satu mikroflora yang dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator logam berat karena dalam proses pertumbuhannya, alga membutuhkan sebagai jenis logam sebagai nutrien alami, sedangkan ketersediaan logam dilingkungan sangat bervariasi. Suatu lingkungan yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi jumlah yang diperlukan, dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat, sehingga dalam keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan adalah polutan bagi alga (Bachtiar, 2007).

 Pengaruh Bioindikator terhadap Kualitas Tanah
Keberlanjutan produksi pertanian membutuhkan pemeliharaan kualitas tanah. Istilah kualitas tanah (soil quality) yang diaplikasikan pada ekosistem menunjukkan kemampuan tanah untuk mendukung secara terus menerus pertumbuhan tanaman pada kualitas lingkungan yang terjaga (Magdoff, 2001). Menurut The Soil Science Society of America, yang dimaksud dengan kualitas tanah adalah kapasitas suatu jenis tanah yang spesifik untuk berfungsi di alam atau dalam batas ekosistem terkelola, untuk mendukung produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan dan mendorong kesehatan hewan dan tumbuhan (Herrick,2000)
Untuk aplikasi di bidang pertanian, yang dimaksud kualitas tanah adalah kemampuan tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem yang sesuai untuk produktivitas biologis, mampu memelihara kualitas lingkungan dan mendorong tanaman dan hewan menjadi sehat (Magdoff, 2001). Secara lebih terinci kualitas tanah didefinisikan sebagai kecocokan sifat fisik, kimia, dan biologi yang bersamasama: (1) menyediakan suatu media untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas biologi; (2) mengatur dan memilah aliran air dan penyimpanan di lingkungan; serta (3) berperan sebagai suatu penyangga lingkungan dalam pembentukan dan pengrusakan senyawa-senyawa yang meracuni lingkungan. Untuk mengekspresikan kualitas tanah, berbagai indikator yang berbeda telah digunakan baik yang bersifat statis seperti kerapatan ruang (bulk density), porositas, dan kandungan bahan organik; ataupun yang bersifat dinamis dengan menggunakan model simulasi. Kerapatan ruang atau porositas bukan kriteria yang dapat dipercaya untuk membedakan pengaruh penggunaan lahan yang berbeda dalam jangka panjang, tetapi bahan organik tanah merupakan parameter yang relatif stabil yang menggambarkan pengaruh pengelolaan dan tipe tanaman pada periode yang cukup lama (Pulleman et al., 2000). Komunitas organisme tanah selain berperan penting dalam proses ekologi, seperti siklus hara juga respon terhadap gangguan pada lingkungan tanah seperti kontaminasi terhadap logam berat dan pestisida. Singkatnya sistem biologi sangat sensitif terhadap degradasi yang baru terjadi sekalipun, sehingga perubahan status biologi dari sistem tersebut dapat menjadi peringatan dini atas kemunduran lingkungan (Pankhurst, Doube, dan Gupta, 1997). Bioindikasi didefinisikan sebagai penggunaan suatu organisme baik sebagai bagian dari suatu individu suatu kelompok organisme untuk mendapatkan informasi terhadap kualitas seluruh atau sebagian dari lingkungannya (Hornby dan Bateman, 1997). Menurut Doran dan Zeiss (2000), tedapat lima kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu indikator termasuk bioindikator untuk dapat menilai kualitas tanah, yaitu: (1) sensitif terhadap variasi pengelolaan; (2) berkorelasi baik dengan fungsi tanah yang menguntungkan; (3) dapat digunakan dalam menguraikan proses-proses di dalam ekosistem; (4) dapat dipahami dan berguna untuk pengelolaan lahan; serta (5) mudah diukur dan tidak mahal.


 Perbandingan Keefektifan Organisme Flora dan Fauna sebagai Bioindikator Tanah
Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya adalah mesofauna tanah. Tanah dapat didefinisikan sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Bagi ekosistem darat, tanah merupakan titik pemasukan sebagian besar bahan ke dalam tumbuhan. Melalui akar-akarnya tumbuhan menyerap air, nitrat, fosfat, sulfat, kalium, tembaga, seng dan mineral esensial lainnya. Dengan semua ini, tumbuhan mengubah karbon dioksida (dimasukkan melalui daun) menjadi protein, karbohidrat, lemak, asam nukleat dan vitamin yang dari semuanya itu tumbuhan dan semua heterotrof bergantung. Bersamaan dengan suhu dan air, tanah merupakan penentu utama dalam produktivitas bumi (Kimball, 1999).                                     
Fauna tanah merupakan salah satu komponen tanah. Kehidupan fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Fauna tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari ekologi fauna tanah faktor fisika-kimia tanah selalu diukur (Suin, 1997). Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah., dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 1997). Menurut Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu di lapisan yang jauh dari tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar matahari yang jatuh pada permukaan tanah. Besarnya radiasi yang terintersepsi sebelum sampai pada permukaan tanah, tergantung pada vegetasi yang ada di atas permukaannya.
Pengukuran pH tanah juga sangat diperlukan dalam melakukan penelitian mengenai fauna tanah. Suin (1997), menyebutkan bahwa ada fauna tanah yang hidup pada tanah yang pH-nya asam dan ada pula yang senang hidup pada tanah yang memiliki pH basa. Untuk jenis Collembola yang memilih hidup pada tanah yang asam disebut dengan Collembola golongan asidofil, yang memilih hidup pada tanah yang basa disebut dengan Collembola golongan kalsinofil, sedangkan yang dapat hidup pada tanah asam dan basa disebut Collembola golongan indifferen. Metode yang digunakan pada pengukuran pH tanah ada dua macam, yaitu secara calorimeter dan pH meter. Keadaan iklim daerah dan berbagai tanaman yang tumbuh pada tanahnya serta berlimpahnya mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat mempengaruhi keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme. Faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh terhadap keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme adalah reaksi yang berlangsung di dalam tanah, kadar kelembaban serta kondisi-kondisi serasi (Sutedjo dkk., 1996).

 Fauna Tanah
Fauna tanah adalah fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Suin,1997). Beberapa fauna tanah, seperti herbivora, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas akarnya, tetapi juga hidup dari tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Jika telah mengalami kematian, fauna-fauna tersebut memberikan masukan bagi tumbuhan yang masih hidup, meskipun adapula sebagai kehidupan fauna yang lain. Fauna tanah merupakan salah satu kelompok heterotrof (makhluk hidup di luar tumbuh-tumbuhan dan bakteria yang hidupnya tergantung dari tersedianya makhluk hidup produsen) utama di dalam tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah.
Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah. Dalam sistem tanah, interaksi biota tanah tampaknya sulit dihindarkan karena biota tanah banyak terlibat dalam suatu jaring-jaring makanan dalam tanah (Arief, 2001). Burges dan Raw (1967) dalam Rahmawaty (2000), menjelaskan bahwa secara garis besar proses perombakan berlangsung sebagai berikut : pertama-tama perombak yang besar atau makrofauna meremah-remah substansi habitat yang telah mati, kemudian materi ini akan melalui usus dan akhirnya menghasilkan butiran-butiran feses. Butiran-butiran tersebut dapat dimakan oleh oleh mesofauna dan atau makrofauna pemakan kotoran seperti cacing tanah yang hasil akhirnya akan dikeluarkan dalam bentuk feses pula. Materi terakhir ini akan dirombak oleh mokroorganisme terutama bakteri untuk diuraikan lebih lanjut.
Selain dengan cara tersebut, feses juga dapat juga dikonsumsi lebih dahulu oleh mikrofauna dengan bantuan enzim spesifik yang terdapat dalam saluran pencernaannya. Penguraian akan menjadi lebih sempurna apabila hasil ekskresi fauna ini dihancurkan dan diuraikan lebih lanjut oleh mikroorganisme terutama bakteri hingga sampai pada proses mineralisasi. Melalui proses tersebut, mikroorganisme yang telah mati akan menghasilkan garam-garam mineral yang akan digunakan oleh tumbuh-tumbuhan lagi. Dengan melihat proses aliran energi yang dikemukakan oleh Burges and Raw (1967) dalam Rahmawaty (2000), dapat dikatakan bahwa tanpa adanya keberadaan mesofauna tanah, proses perombakan materi (dekomposisi) tidak akan dapat berjalan dengan baik.

Peranan Fauna Tanah
Organisme-organisme yang berkedudukan di dalam tanah sanggup mengadakan perubahan-perubahan besar di dalam tanah, terutama dalam lapisan atas (top soil), di mana terdapat akar-akar tanaman dan perolehan bahan makanan yang mudah. Akar-akar tanaman yang mati dengan cepat dapat dibusukkan oleh fungi, bakteria dan golongan-golongan organisme lainnya (Sutedjo dkk., 1996).  Serangga pemakan bahan organik yang mambusuk, membantu merubah zat-zat yang membusuk menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Banyak jenis serangga yang meluangkan sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan dan seringkali makanan. Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi dan tubuh-tubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya (Borror dkk., 1992). Wallwork (1976), menegaskan bahwa serangga tanah juga berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu. Szujecki (1987) dalam Rahmawaty (2000), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di hutan, adalah: 1) struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi; 2) kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup; 3) suhu tanah mempengaruhi peletakan telur; 4) cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya. Suhardjono (2000), menyebutkan pada sebagian besar populasi Collembola tertentu, merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator terhadap dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar.

 Fungsi  Tanaman sebagai Bioindikator Kesehatan Tanah
Tanaman yang tumbuh pada suatu lahan dapat mencirikan kondisi dari suatu lahan tersebut apakah mempunyai kualitas sifat tanah yang baik atau tidak. Tanaman yang perkembangannya baik dapat tumbuh dengan optimal dan  menghasilkan produksi tinggi sesuai dengan yang diharapkan. Akan tetapi bila tanaman ditanam pada lahan yang terdegradasi maka biasanya pertumbuhan tanaman tidak optimal dan terhambat sehingga menghasilkan produktivitas yang rendah dan apabila pada tingkat yang lebih lanjut akan mati. Sebagai bioindikator  pada kualitas tanah pada suatu lahan. Tanaman mempunyai bebrapa fungsi yaitu:
1.    Dapat mengidentifikasi kekahatan unsur hara tanah melalui pertumbuhannya yang tidak optimal, misalnya melalui warna daun.
2.     Dapat mengetahui tingkat kesuburan tanah berdasarkan pertumbuhan tanaman.
3.    Produktivitas yang dihasilkan dapat menunjukkan kondisi suatu lahan bermasalah atau tidak (mengetahui kualitas tanah).

 Hambatan  Tanaman sebagai Bioindikator Kesehatan Tanah
Bagaimanapun terdapat hambatan dalam mengidentifikasi tanah terdegradasi bila hanya menggunakan faktor tanaman saja sebagai indikator. Hal ini disebabkan:
1.    Tanaman mempunyai tingkat sensitivitas yang berbeda-beda terhadap perubahan sifat kualitas tanah. Ada tanaman yang cepat terpengaruh terhadap sifat tanah, dan ada juga yang tidak terpengaruh oleh perubahan sifat kualitas tanah.
2.  Sering tidak menunjukkan adanya gangguan secara vegetatif. Terkadang tanaman pada tanah terdegradasi mempunyai fase vegetatif yang bagus tetapi tidak menghasilkan pada fase generatif.
3.      Faktor pendukung tanaman berbeda-beda. Tanaman dapat tumbuh dan berproduksi bagus tidak hanya dari faktor tanahnya tetapi terdapat faktorfaktor lain yaitu: varietas yang digunakan, penambahan bahan organik, penambahan pupuk, iklim, pengendalian PHT, dan kesesuaian lahan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini