Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang
keberadaannya atau perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan,
apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap
keberadaaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai
penunjuk kualitas lingkungan. Organisme sebagai bioindikator kesehatan tanah
bersifat sensitif terhadap perubahan, mempunyai respon spesifik, dan ditemukan
melimpah di dalam tanah (Primack, 1998 dalam Arianto, 2010). Jenis-jenis
bioindikator adalah sebagai berikut :
- Mikroflora sebagai bioindikator tanah terdiri atas bakteri, fungi, dan alga. Mikroflora berperan penting dalam dekomposisi atau transformasi bahan organik.
- Mikrofauna sebagai bioindikator kesehatan tanah terdiri atas protozoa, nematoda, small size collembola dan mites. Mikrofauna ini berperan penting sebagai dekomposer bahan organik, mineralisasi nutrien, regulasi mikroflora termasuk patogen, dan dekomposisi agrokemikal. Jumlah keanekaragaman mikrofauna di dalam tanah dipengaruhi oleh pengolahan tanah, pemupukan, pH dan salinitas tanah serta pestisida. Populasi mikrofauna juga dipengaruhi oleh logam berat, limbah, polutan industri, dll sehingga keberadaan mikrofauna dapat dijadikan indikator adanya polutan tanah.
- Makrofauna adalah invertebrata yang berukuran >2 mm. Makrofauna sangat berperan dalam bioindikator kesehatan. Peran makrofauna di dalam tanah antara lain adalah memperbaiki struktur tanah, meningkatkan aerasi dan draenase, dekomposisi sampah, dll. Makrofauna yang berada di dalam tanah dikelompokkan kedalam beberapa ordo, yaitu Isopoda, Arachnida, Orthoptera, Coleoptera, Hymenoptera, Diptera, dan Makrofauna lain (Gasteropoda, Blattidae, Acarida, Homoptera dan Hemiptera, Lepidoptera, Diptera, Chilopoda, dan Embioptera).
Karakteristik Bioindikator
Bioindikator kesehatan
tanah harus memiliki karakteristik dalam meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan tanah. Karakteristik bioindikator kesehatan tanah antara lain :
·
Mempunyai peran penting di dalam tanah.
·
Memiliki daya tahan tinggi terhadap toksisitas akut maupun
toksisitas kronis.
·
Populasinya stabil.
·
Relatif mudah dikenali di alam.
Proses Bioindikator
di dalam Tanah
Bahan organik tanaman
merupakan sumber energi utama bagi kehidupan biota tanah, khususnya makrofauna
tanah, sehingga jenis dan komposisi bahan organik tanaman menentukan
kepadatannya. Bahan organik dirombak oleh mikroba tanah. Bahan organik tanaman
akan mempengaruhi tata udara pada tanah dengan adanya jumlah pori tanah karena
aktivitas biota tanah. Oleh aktivitas biota tanah, bahan organik tanaman
dirombak menjadi mineral dan sebagian tersimpan sebagai bahan organik tanah.
Bahan organik tanah sangat berperan dalam memperbaiki sifat fisik tanah,
meningkatkan aktivitas biologi tanah dan meningkatkan ketersediaan hara bagi
tanaman (Arianto, 2010).
Alga merupakan salah satu
mikroflora yang dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator logam berat karena
dalam proses pertumbuhannya, alga membutuhkan sebagai jenis logam sebagai
nutrien alami, sedangkan ketersediaan logam dilingkungan sangat bervariasi.
Suatu lingkungan yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi
jumlah yang diperlukan, dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat,
sehingga dalam keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan adalah polutan
bagi alga (Bachtiar, 2007).
Pengaruh Bioindikator terhadap Kualitas Tanah
Keberlanjutan produksi
pertanian membutuhkan pemeliharaan kualitas tanah. Istilah kualitas tanah (soil
quality) yang diaplikasikan pada ekosistem menunjukkan kemampuan tanah untuk
mendukung secara terus menerus pertumbuhan tanaman pada kualitas lingkungan yang
terjaga (Magdoff, 2001). Menurut The Soil Science Society of America, yang
dimaksud dengan kualitas tanah adalah kapasitas suatu jenis tanah yang spesifik
untuk berfungsi di alam atau dalam batas ekosistem terkelola, untuk mendukung
produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan dan mendorong kesehatan
hewan dan tumbuhan (Herrick,2000)
Untuk aplikasi di bidang
pertanian, yang dimaksud kualitas tanah adalah kemampuan tanah untuk berfungsi
dalam batas-batas ekosistem yang sesuai untuk produktivitas biologis, mampu
memelihara kualitas lingkungan dan mendorong tanaman dan hewan menjadi sehat
(Magdoff, 2001). Secara lebih terinci kualitas tanah didefinisikan sebagai
kecocokan sifat fisik, kimia, dan biologi yang bersamasama: (1) menyediakan
suatu media untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas biologi; (2) mengatur dan
memilah aliran air dan penyimpanan di lingkungan; serta (3) berperan sebagai
suatu penyangga lingkungan dalam pembentukan dan pengrusakan senyawa-senyawa
yang meracuni lingkungan. Untuk mengekspresikan kualitas tanah, berbagai
indikator yang berbeda telah digunakan baik yang bersifat statis seperti
kerapatan ruang (bulk density), porositas, dan kandungan bahan organik; ataupun
yang bersifat dinamis dengan menggunakan model simulasi. Kerapatan ruang atau
porositas bukan kriteria yang dapat dipercaya untuk membedakan pengaruh
penggunaan lahan yang berbeda dalam jangka panjang, tetapi bahan organik tanah
merupakan parameter yang relatif stabil yang menggambarkan pengaruh pengelolaan
dan tipe tanaman pada periode yang cukup lama (Pulleman et al., 2000).
Komunitas organisme tanah selain berperan penting dalam proses ekologi, seperti
siklus hara juga respon terhadap gangguan pada lingkungan tanah seperti kontaminasi
terhadap logam berat dan pestisida. Singkatnya sistem biologi sangat sensitif
terhadap degradasi yang baru terjadi sekalipun, sehingga perubahan status
biologi dari sistem tersebut dapat menjadi peringatan dini atas kemunduran
lingkungan (Pankhurst, Doube, dan Gupta, 1997). Bioindikasi didefinisikan
sebagai penggunaan suatu organisme baik sebagai bagian dari suatu individu
suatu kelompok organisme untuk mendapatkan informasi terhadap kualitas seluruh
atau sebagian dari lingkungannya (Hornby dan Bateman, 1997). Menurut Doran dan
Zeiss (2000), tedapat lima kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu indikator
termasuk bioindikator untuk dapat menilai kualitas tanah, yaitu: (1) sensitif
terhadap variasi pengelolaan; (2) berkorelasi baik dengan fungsi tanah yang
menguntungkan; (3) dapat digunakan dalam menguraikan proses-proses di dalam
ekosistem; (4) dapat dipahami dan berguna untuk pengelolaan lahan; serta (5)
mudah diukur dan tidak mahal.
Perbandingan Keefektifan Organisme Flora dan Fauna sebagai
Bioindikator Tanah
Lingkungan tanah
merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik dan
lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu
wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk
hidup, salah satunya adalah mesofauna tanah. Tanah dapat didefinisikan sebagai
medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan
organik, dan organisme hidup. Bagi ekosistem darat, tanah merupakan titik
pemasukan sebagian besar bahan ke dalam tumbuhan. Melalui akar-akarnya tumbuhan
menyerap air, nitrat, fosfat, sulfat, kalium, tembaga, seng dan mineral
esensial lainnya. Dengan semua ini, tumbuhan mengubah karbon dioksida
(dimasukkan melalui daun) menjadi protein, karbohidrat, lemak, asam nukleat dan
vitamin yang dari semuanya itu tumbuhan dan semua heterotrof bergantung.
Bersamaan dengan suhu dan air, tanah merupakan penentu utama dalam
produktivitas bumi (Kimball,
1999).
Fauna tanah merupakan
salah satu komponen tanah. Kehidupan fauna tanah sangat tergantung
pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna
tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan
perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di
suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik
dan lingkungan abiotik. Fauna tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh
karena itu dalam mempelajari ekologi fauna tanah faktor fisika-kimia tanah
selalu diukur (Suin, 1997). Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah
yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah., dengan
demikian suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah.
Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat
tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam
satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada
keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 1997). Menurut
Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu di lapisan yang jauh dari
tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar matahari yang jatuh pada
permukaan tanah. Besarnya radiasi yang terintersepsi sebelum sampai pada
permukaan tanah, tergantung pada vegetasi yang ada di atas permukaannya.
Pengukuran pH tanah juga
sangat diperlukan dalam melakukan penelitian mengenai fauna tanah. Suin (1997),
menyebutkan bahwa ada fauna tanah yang hidup pada tanah yang pH-nya asam dan
ada pula yang senang hidup pada tanah yang memiliki pH basa. Untuk jenis Collembola
yang memilih hidup pada tanah yang asam disebut dengan Collembola golongan
asidofil, yang memilih hidup pada tanah yang basa disebut dengan Collembola
golongan kalsinofil, sedangkan yang dapat hidup pada tanah asam dan basa
disebut Collembola golongan indifferen. Metode yang digunakan pada pengukuran
pH tanah ada dua macam, yaitu secara calorimeter dan pH meter. Keadaan iklim
daerah dan berbagai tanaman yang tumbuh pada tanahnya serta berlimpahnya
mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat mempengaruhi keanekaragaman
relatif populasi mikroorganisme. Faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh
terhadap keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme adalah reaksi yang
berlangsung di dalam tanah, kadar kelembaban serta kondisi-kondisi serasi
(Sutedjo dkk., 1996).
Fauna Tanah
Fauna tanah adalah fauna
yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di
dalam tanah (Suin,1997). Beberapa fauna tanah, seperti herbivora, sebenarnya
memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas akarnya, tetapi juga hidup dari
tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Jika telah mengalami kematian, fauna-fauna
tersebut memberikan masukan bagi tumbuhan yang masih hidup, meskipun adapula
sebagai kehidupan fauna yang lain. Fauna tanah merupakan salah satu kelompok
heterotrof (makhluk hidup di luar tumbuh-tumbuhan dan bakteria yang hidupnya
tergantung dari tersedianya makhluk hidup produsen) utama di dalam tanah.
Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak
ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Keberadaan mesofauna tanah dalam
tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan
hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan
dengan aliran siklus karbon dalam tanah.
Dengan ketersediaan
energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas
mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan
dampak positif bagi kesuburan tanah. Dalam sistem tanah, interaksi biota tanah
tampaknya sulit dihindarkan karena biota tanah banyak terlibat dalam suatu
jaring-jaring makanan dalam tanah (Arief, 2001). Burges dan Raw
(1967) dalam Rahmawaty (2000), menjelaskan bahwa secara garis besar proses
perombakan berlangsung sebagai berikut : pertama-tama perombak yang besar atau
makrofauna meremah-remah substansi habitat yang telah mati, kemudian materi ini
akan melalui usus dan akhirnya menghasilkan butiran-butiran feses.
Butiran-butiran tersebut dapat dimakan oleh oleh mesofauna dan atau makrofauna
pemakan kotoran seperti cacing tanah yang hasil akhirnya akan dikeluarkan dalam
bentuk feses pula. Materi terakhir ini akan dirombak oleh mokroorganisme
terutama bakteri untuk diuraikan lebih lanjut.
Selain dengan cara
tersebut, feses juga dapat juga dikonsumsi lebih dahulu oleh mikrofauna dengan
bantuan enzim spesifik yang terdapat dalam saluran pencernaannya. Penguraian
akan menjadi lebih sempurna apabila hasil ekskresi fauna ini dihancurkan dan
diuraikan lebih lanjut oleh mikroorganisme terutama bakteri hingga sampai pada
proses mineralisasi. Melalui proses tersebut, mikroorganisme yang telah mati
akan menghasilkan garam-garam mineral yang akan digunakan oleh tumbuh-tumbuhan
lagi. Dengan melihat proses aliran energi yang dikemukakan oleh Burges and Raw
(1967) dalam Rahmawaty (2000), dapat dikatakan bahwa tanpa adanya keberadaan
mesofauna tanah, proses perombakan materi (dekomposisi) tidak akan dapat
berjalan dengan baik.
Peranan Fauna Tanah
Organisme-organisme yang
berkedudukan di dalam tanah sanggup mengadakan perubahan-perubahan besar di
dalam tanah, terutama dalam lapisan atas (top soil), di mana terdapat akar-akar
tanaman dan perolehan bahan makanan yang mudah. Akar-akar tanaman yang mati
dengan cepat dapat dibusukkan oleh fungi, bakteria dan golongan-golongan
organisme lainnya (Sutedjo dkk., 1996). Serangga pemakan bahan organik yang mambusuk,
membantu merubah zat-zat yang membusuk menjadi zat-zat yang lebih sederhana.
Banyak jenis serangga yang meluangkan sebagian atau seluruh hidup mereka di
dalam tanah. Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang,
pertahanan dan seringkali makanan. Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa
sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh
hasil ekskresi dan tubuh-tubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki
sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya (Borror dkk., 1992).
Wallwork (1976), menegaskan bahwa serangga tanah juga berfungsi sebagai
perombak material tanaman dan penghancur kayu. Szujecki (1987) dalam Rahmawaty
(2000), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga
tanah di hutan, adalah: 1) struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan
penetrasi; 2) kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap
perkembangan dalam daur hidup; 3) suhu tanah mempengaruhi peletakan telur; 4)
cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya. Suhardjono (2000), menyebutkan
pada sebagian besar populasi Collembola tertentu, merupakan pemakan mikoriza
akar yang dapat merangsang pertumbuhan simbion dan meningkatkan pertumbuhan
tanaman. Di samping itu, Collembola juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan
timbulnya penyakit yang disebabkan oleh jamur. Collembola juga dapat dijadikan
sebagai indikator terhadap dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang
tercemar oleh herbisida jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit
dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar.
Fungsi Tanaman sebagai Bioindikator Kesehatan Tanah
Tanaman yang tumbuh pada
suatu lahan dapat mencirikan kondisi dari suatu lahan tersebut apakah mempunyai
kualitas sifat tanah yang baik atau tidak. Tanaman yang perkembangannya
baik dapat tumbuh dengan optimal dan menghasilkan produksi tinggi sesuai
dengan yang diharapkan. Akan tetapi bila tanaman ditanam pada lahan yang
terdegradasi maka biasanya pertumbuhan tanaman tidak optimal dan terhambat
sehingga menghasilkan produktivitas yang rendah dan apabila pada tingkat
yang lebih lanjut akan mati. Sebagai bioindikator pada kualitas tanah
pada suatu lahan. Tanaman mempunyai bebrapa fungsi yaitu:
1. Dapat
mengidentifikasi kekahatan unsur hara tanah melalui pertumbuhannya yang tidak
optimal, misalnya melalui warna daun.
2. Dapat
mengetahui tingkat kesuburan tanah berdasarkan pertumbuhan tanaman.
3. Produktivitas
yang dihasilkan dapat menunjukkan kondisi suatu lahan bermasalah atau tidak
(mengetahui kualitas tanah).
Hambatan Tanaman sebagai Bioindikator Kesehatan Tanah
Bagaimanapun terdapat
hambatan dalam mengidentifikasi tanah terdegradasi bila hanya menggunakan
faktor tanaman saja sebagai indikator. Hal ini disebabkan:
1. Tanaman mempunyai tingkat sensitivitas yang berbeda-beda terhadap
perubahan sifat kualitas tanah. Ada tanaman yang cepat terpengaruh terhadap
sifat tanah, dan ada juga yang tidak terpengaruh oleh perubahan sifat kualitas
tanah.
2. Sering tidak menunjukkan adanya gangguan secara vegetatif.
Terkadang tanaman pada tanah terdegradasi mempunyai fase vegetatif yang bagus
tetapi tidak menghasilkan pada fase generatif.
3.
Faktor pendukung tanaman berbeda-beda. Tanaman dapat tumbuh dan
berproduksi bagus tidak hanya dari faktor tanahnya tetapi terdapat faktorfaktor
lain yaitu: varietas yang digunakan, penambahan bahan organik, penambahan pupuk,
iklim, pengendalian PHT, dan kesesuaian lahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar